Broken Home? So What Gitu Lho?!!!
rudie on 01/04/2007 at 5:19am (UTC)
 


Istilah "broken home" biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang berantakan akibat ortu kita tak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah.

Ortu nggak lagi perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan kita di masyarakat.

Namun, broken home bisa juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian. Kondisi ini menimbulkan dampak yang sangat besar terutama bagi anak-anak. Bisa saja anak jadi murung, sedih yang berkepanjangan, dan malu. Selain itu, anak juga kehilangan pegangan serta panutan dalam masa transisi menuju kedewasaan.

Karena orangtua merupakan contoh (role model), panutan, dan teladan bagi perkembangan kita di masa remaja, terutama pada perkembangan psikis dan emosi, kita perlu pengarahan, kontrol, serta perhatian yang cukup dari mereka. Orangtua merupakan salah satu faktor sangat penting dalam pembentukan karakter kita selain faktor lingkungan, sosial, dan pergaulan.

Nah, buat kita-kita yang mengalami broken home, gimana sih cara mengatasinya supaya kita tetap merasa "baik-baik" saja dan tidak menjadi malu serta tidak percaya diri atau lari dari masalah dengan cara-cara yang salah?

Sebenarnya ada banyak cara yang bisa kita lakukan apabila kita terjebak dalam situasi yang tidak mengenakkan ini. Awalnya sih sulit dan tidak gampang karena kita mesti menghadapi situasi yang belum pernah kita hadapi sebelumnya. Namun, bukankah setiap permasalahan itu ada jalan keluarnya? Nah, berikut ini ada beberapa cara ampuh untuk mengatasi situasi seperti itu.

Hadapi semuanya dengan sikap positif

Tidaklah semua yang terjadi itu merupakan hal buruk meskipun itu sesuatu yang berdampak negatif ke kita. Kita harus mencoba menerima keadaan dan berusaha tegar. Hal ini akan membantu kita mengatasi masalah tersebut.

Berpikir positif

Peristiwa yang kita alami kita lihat dari sisi positifnya. Karena di balik semua masalah pasti ada hikmah yang dapat kita petik. Jadikan itu semua sebagai proses pembelajaran bagi kita sebagai remaja menuju tahap kedewasaan. Jauhkan segala pikiran buruk yang bisa menjerumuskan kita ke jurang kehancuran, seperti memakai narkoba, minum-minuman keras, malah sampai mencoba untuk bunuh diri.

Jangan terjebak dengan situasi dan kondisi

Yang jelas, kita enggak boleh terjebak dengan situasi dan menghakimi orangtua atau diri sendiri atas apa yang terjadi serta marah dengan keadaan ini. Alangkah baiknya apabila kita bisa memulai untuk menerima itu semua dan mencoba menjadi lebih baik. Keterpurukan bukanlah jalan keluar. Sebaiknya sih kita bisa tegar dan mencoba bangkit untuk menghadapi cobaan ini. Tetap berusaha itu kuncinya.

Mencoba hal-hal baru

Tidak ada salahnya kita mencoba sesuatu yang baru, asal bersifat positif dan dapat membentuk karakter positif di dalam diri kita. Contohnya, mencoba hobi baru, seperti olahraga ekstrem (hiking, rafting, skating atau olahraga alam) yang dapat membuat kita bisa lebih fresh (segar) dan melupakan hal-hal yang buruk.

Cari tempat untuk berbagi

Kita enggak sendirian lho, karena manusia adalah makhluk sosial yang hidup berdampingan dengan orang lain. Mencari tempat yang tepat untuk berbagi adalah solusi yang cukup baik buat kita, contohnya teman, sahabat, pacar, atau mungkin juga saudara. Ya… usahakan tempat kita berbagi itu adalah orang yang dapat dipercaya dan kita bisa enjoy berkeluh kesah dengan dia.

Beberapa hal di atas dapat dijadikan acuan buat kita karena sebenarnya semua permasalahan itu ada solusinya.

Enggak perlu panik

Kita enggak bisa mengelak apabila itu terjadi pada keluarga kita walaupun kita tidak menginginkannya. Enggak perlu panik ataupun sampai depresi menghadapinya. Walaupun berat, kita juga musti bisa menerimanya dengan bijak. Karena siapa sih yang mau hidup di tengah keluarga yang broken home? Pasti semua anak enggak akan mau mengalaminya.

Broken home bukanlah akhir dari segalanya bagi kehidupan kita. Jalan kita masih panjang untuk menjalani hidup kita sendiri. Pergunakanlah situasi ini sebagai sarana dan media pembelajaran guna menuju kedewasaan. Ingat, kita tidak sendiri dan bukanlah orang yang gagal. Kita masih bisa berbuat banyak serta melakukan hal positif. Menjadi manusia yang lebih baik belum tentu kita dapatkan apabila ini semua tidak terjadi. Mungkin saja ini merupakan sebuah jalan baru menuju pematangan sikap dan pola berpikir kita.
 

Belajar dari Kasus Smack Down
rudiee on 12/08/2006 at 7:34am (UTC)
 SEORANG pelajar kelas 3 Sekolah Dasar (SD) Cingcin I Katapang Kabupaten Bandung bernama Reza Ikhsan Fadillah (9) meninggal dunia di rumah sakit setelah bermain smack down bersama teman-teman sekolahnya. Dari hasil rotgen diketahui bahu tangan kirinya renggang, memar di kepala dan luka dalam di dada yang diduga akibat dibanting. Sementara itu nasib Maryunani seorang anak di Kulonprogo Yogyakarta, masih lebih baik. Walaupun sempat masuk rumah sakit dan sejumlah bagian tubuhnya memar-memar akibat bermain smack down bersama teman-temannya namun jiwanya masih bisa diselamatkan. Dari Deli Serdang dilaporkan Sugeng (8) pelajar kelas 2 SD Desa Bandar Dolok Kecamatan Pagar Merbau harus dirawat intensif di rumah sakit setelah muntah-muntah sehabis memperagakan aksi smack down dengan teman-temannya.

Di samping tiga kasus di atas sebenarnya masih banyak kasus lain yang tidak terekspos ke permukaan. Ibarat memandang ‘puncak gunung salju’ yang kelihatan hanya kecil namun kenyataannya sangat banyak sekali. Munculnya kasus ini sontak menimbulkan reaksi keras dari sejumlah kalangan, baik pemerintah, akademisi legislatif dan lainnya yang minta agar stasiun televisi yang menyiarkan smack down segera menghentikan siarannya. Walaupun kemudian siaran televisi itu sangat responsif dengan segera menghentikannya namun hingga kini masih menimbulkan reaksi karena korban masih berjatuhan. Terlepas dari sudah dihentikannya siaran yang dianggap sejumlah pihak ini menggumbar kekerasan dan sadisme, yang jelas kita (keluarga) harus belajar dari peristiwa ini. Belajar dalam arti agar kasus seperti ini tidak terulang kembali mengingat masih ada siaran-siaran lain di televisi yang sebenarnya juga mengandung unsur kekerasan atau sadisme.

Dari berbagai kasus di atas, korbannya jelas hanya anak-anak. Jadi orangtua harus memahami bagaimana dunia anak-anak. Seorang anak begitu dilahirkan di dunia ini harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Proses penyesuaian diri itu dilakukan dengan belajar. Dia belajar dari apa yang terjadi di sekelilingnya. Karena kemampuan berpikirnya masih terbatas maka dalam proses belajar ini yang paling sering dan mudah dilakukan adalah meniru. Mulai dari yang paling sederhana sekali seperti bicara, berjalan, makan, minum dan sebagainya, ia meniru dari apa yang terlihat di sekitarnya termasuk televisi.

Jadi sebenarnya yang paling vital adalah tugas orangtua untuk mengarahkan anak-anaknya bagaimana agar jangan sampai meniru sesuatu itu secara mentah-mentah tanpa mengetahui apa sebenarnya yang dilihatnya itu. Dalam kasus tayangan smack down, sekilas lalu akan kita saksikan bagaimana adegan memukul, menendang, memiting, menimpah dan sebagainya. Secara kasat mata, adegan-adegan itu sepertinya 100 persen betul atau tidak direkayasa. Padahal sebenarnya tidak demikian. Ada aturan-aturan tertentu untuk memukul, memiting dan sebagainya. Hal inilah yang tidak dipahami anak-anak itu dan kemudian mereka mempraktekannya dengan teman-temannya. Akibatnya bisa kita lihat sendiri. Di sinilah sebenarnya tugas dari orangtua itu untuk membimbingnya atau sama sekali melarang anak untuk menonton jika tidak bisa mendampinginya.

Dari sisi lain, stasiun televisi juga hendaknya tidak menggumbar adegan-adegan yang sadis atau brutal hanya demi mengejar rating atau keuntungan semata. Selain telah melanggar Kode Etik Jurnalisitik (KEJ) dan UU Penyiaran, pihak televisi seharusnya menyadari bahwa siaran seperti itu tidak pantas untuk ditonton khususnya untuk anak-anak di bawah umur.

Terakhir kepada orangtua khususnya, diminta untuk mendampingi anak-anaknya ketika menonton siaran televisi mengingat walaupun siaran smack down sudah tidak disiarkan lagi namun sebenarnya masih banyak siaran-siaran lainnya yang menggumbar adegan-adegan brutal atau sadis yang bisa dengan mudah ditiru anak-anak dan kemudian dipraktekkan dengan teman-temannya.(adc)
 

<-Back

 1 

Continue->

Selamat Datang !!!
By:Rudi Sahrizal
 
Today, there have been 1 visitors (1 hits) on this page!
This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free